Kamis, 24 Oktober 2013

MAKALAH FIQIH MU’AMALAH
KAFALAH DAN WAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah fiqih mu’amalah : Abdul Salam, M.A
Disusun Oleh :
1. Erni Setyaningsih (S1 PSY)
2. Nurul Hidayah (S1 ESY)

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA ALMA ATA
YOGYAKARTA
2013

KATA PENGANTAR

    Segala puja dan puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada kita, sehingga kita masih diberi kemampuan untuk mengerjakan makalah fiqih muamalah tentang kafalah dan wakalah ini.
            Sholawat dan salam semoga selalu terjunjungkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW yang telah mempersatukan umat islam di seluruh dunia.
Dan makalah kamipun tidak akan selesai tanpa bantuan pihak lain, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah fiqih mu’amalah tentang kafalah dan wakalah ini.
Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan, jika terdapat kesalahan dalam penulisan kata dan penyusunan kami memohon maaf, dan semoga makalah kami ini menjadi rujukan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Amin.



Yogyakarta, 23 September 2013

Penyusun






DAFTAR ISI


Sampul Makalah                ..............................................................................................   i
Kata Pengantar                  ..............................................................................................   ii
Daftar Isi                           ..............................................................................................   iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................               1
Latar belakang            ..............................................................................................   1
Rumusan masalah       .................................................................................... .........   1
Tujuan                         ..............................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................   2
Pengertian Kafalah     ..............................................................................................   2
Sumber Hukum          ..............................................................................................   2
Jenis Kafalah              ..............................................................................................   3
Rukun dan Syarat Kafalah......................................................................................   4
Pembebasan dari Akad Kafalah  ............................................................................   5
Pengertian Wakalah    ..............................................................................................   6
Landasan Hukum       ..............................................................................................   6
Rukun dan Ketentuan Syari’ah  .............................................................................               7
Teknik Perbankan       ..............................................................................................   8
Berakhirnya Akad Wakalah  ...................................................................................   9
BAB III PENUTUP         ..............................................................................................   13
Penutup                       ..............................................................................................   13
Kesimpulan                  ..............................................................................................   13
Saran                            ..............................................................................................   13
          
                                                                              



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
          Seiring perkembangan zaman banyak sekali berdiri bank-bank syari’ah baik di Indonesia maupun di luar negeri. Itu berarti pertumbuhan bisnis syariah semakin pesat dan khususnya didunia akuntansi syariah. Kita sebagai umat muslim harus paham mengenai makna, landasan hukum, syarat transaksi berbasis syari’ah.
             Dengan demikian kami menulis makalah tentang “Kafalah dan Wakalah” ini selain kami berikan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fiqih Muamalah, Bapak Abdul Salam, M.A kami berikan juga kepada seluruh umat muslim yang membaca makalah ini. Karena isi dan makna dari  makalah “Kafalah dan Wakalah” ini  sangatlah penting untuk kehidupan khususnya didunia perbankan. Mengapa kita harus mempelajarinya? Karena kita harus mengerti prosedur hutang piutang dengan baik dan benar menurut syariat islam.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian “Kafalah dan Wakalah” ?
2.      Apa landasan hukum “Kafalah dan Wakalah”?
3.      Apa syarat “kafalah dan wakalah”?
4.      Berapa macam “Kafalah adan Wakalah”?

C.    TUJUAN
1.      Memenuhi tugas kelompok mata kuliah fiqih muamalah;
2.      Paham mengenai pengertian, landasan hukum dan syarat kafalah dan wakalah;
3.      Menambah wawasan dalam kajian fiqih muamalah tentang  kafalah dan wakalah.





BAB II
PEMBAHASAN
*        KAFALAH

A.    PENGERTIAN KAFALAH
        Kafalah dalam arti bahasa adalah adh-dhammu (menggabungkan) atau ad-dhoman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Sedangkan kafalah dalam arti syara’, menurut kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga/pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua/peminjam, atau dalam pengertian lain bahwa kafalah adalah mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai peminjam. Akad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafi’il) kepada pihak ketiga ( mafulahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful’anhu / ashil).
        Secara teknis akad kafalah berupa perjanjian bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seseorang kreditor yang memberikan hutang kepada debitor, yaitu menjamin bahwa hutang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitor tidak membayar hutangnya. Contoh akad kafalah garansi bank (bank guarantee) , stand by letter of credit, pembukaan L/C import, aksetasi, indorsement dan lain sebagainya.
        Kafalah merupakan salah satu jenis akad tabarru’ yang bertujuan untuk saling tolong menolong. Namun, penjamin dapat menerima imbalan sepanjang tidak memberatkan. Apabila ada imbalan maka akad kafalah bersifat mengikat tidak dapat dibatalkan secara sepihak.
B.     SUMBER HUKUM
1. Al-Qur'an “Dan dia (Allah) menjadikan yakaria sebagai penjaminnya.” (Maryam) (QS. 3:37)
“Dan bagi siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat ) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”.  (QS. 12 : 72)
2. As-Sunah Dari Abi Humammah, bahwa Rasululullah bersabda : “ penjamin adalah orang yang berkewajiban mesti membayar”. (HR.Abu Dawud, At Tirmidzi)
Telah dihadapkan kepada rasulullah (mayat seorang laki-laki utnuk disholatkan)... Rasulullah bertanya “apakah dia mempunyai warisan?” para sahabat menjawab “Tidak”, Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai hutang?” Para sahabat menjawab. “Ya, sejumlah tiga dinar” Rasulullahpun menyuruh para sahabat untuk menyolatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin hutangnya ya Rasulullah”. Maka Rasulullahpun mensholatkan mayat tersebut. (HR.Bukhari)

C.     JENIS KAFALAH
1.      Akad kafalah bil-mal : merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang bank terhadap utang. Akan berakhir ketika objek pertanggungan sudah terbayarkan kepada penerima tanggungan, baik oleh tertanggung ataupun dari pihak kafil pihak penerima tanggungan melakukan hibah atas objek pertanggungan. Atau juga adanya pembebasan tanggungan atau hal lain yang dipersamakan dengan hal itu, dari pihak penerima tanggungan (makful lahu).
2.      Akad kafalah bin-nafs : merupakan akad pemberian jaminan atas diri (personal guarantee) akan berakhir ketika makful bihi telah menyerahkan diri dan hadir dihadapan  makful lahu, dan menyelesaikan akad pertanggungan. Diri kafil mendapatkan pembebasan dari makful lahu, maka akad kafalah berakhir, atau ketika makful ‘anhu meninggal dunia (al-‘adzim 1996, hal 51-54)
3.      Kafalah as-tslim : jenis kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin pengembalian barang yang disewa, pada waktu sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanalan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahan penyewaan (leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
4.      Kafalah munjazah : adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu. Contoh pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds (jaminan prestasi), hal ini sudah lazim berlaku didunia perbankan.
5.      Kafalah al-muallaqah : bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah baik oleh industri perbankan maupun asuransi.

D.     SYARAT KAFALAH
a. Kafil (Penjamin);
b. Makful ‘anhu (Pihak yang dijamin);
c. Makful lahu (Pihak yang berpiutang);
d. Makful bihi (Objek kafalah);
e. Akad harus dinyatakan para pihak baik dengan lisan, tulisan, atau isyarat.
E.     RUKUN KAFALAH
§  Sighat. Sighat kafalah bisa diekspresikan dengan ungkapan yang menyatakan adanya kesanggupan untuk menanggung sesuatu, sebuah kesanggupan untuk menunaikan kewajiban. Seperti ungkapan “Aku akan menjadi penjaminmu” atau “saya akan menjadi penjamin atas kewajibanmu terhadap seseorang”  atau ungkapan lain yang sejenis. Ulama tidak mensyaratkan kalimat verbal yang harus diucapakan dalam akad kafalah, semuanya dikembalikan kepada adat kebiasaan. Intinya, ungkapan tersebut menyatakan kesanggupan untuk menjamin sebuah kewajiban.
§  Makfal Bihi. Objek pertanggungan harus bersifat mengikat terhadap diri tertanggung , dan tidak bisa dibatalkan tanpa adanya sebab syar’i . Selain itu, objek tersebut harus merupakan tanggung jawab penuh pihak tertanggung. Seperti menjamin harga atas transaksi barang sebelum serah terima, menanggung beban hutang yang bersifat mengikat terhadap diri seseorang. Selain itu, nominal objek pertanggungan harus jelas, tidak diperbolehkan menanggung sesuatu yang tidak jelas (majhul). Namun demikian, sebagian ulama fiqih membolehkan menanggung objek pertanggungan yang bersifat majhul . Hal ini disandarkan pada hadits Rasulullah, “Barang siapa dari orang-orang mukmin yang meninggalkan tanggungan hutang, maka pembayaranya menjadi kewajibanku”. Berdasarkan hadits ini, nilai objek pertanggungan yang dijamin oleh Rasulullah bersifat majhul, dengan demikian diperbolehkan.
§  Kafil. Ulama fiqih mensyaratkan, seorang kafil haruslah orang yang berjiwa filantropi orang yang terbiasa berbuat baik demi kemaslahatan orang lain. Selain itu, ia juga orang yang telah baligh dan berakal. Akad kafalah tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang-orang safih  ataupun orang yang terhalang  untuk melakukan transaksi (majhur ‘alaih). Karena bersifat charity, akad kafalah harus dilakukan oleh seorang kafil dengan penuh kebebasan, tanpa adanya paksaan. Ia memiliki kebebasan penuh guna menjalankan pertanggungan. Karena, dalam akad ini, kafil tidak memiliki hak untuk merujuk pertanggungan yang telah ditetapkan.
§  Makful lahu. Ulama mensyaratkan, makful lahu harus dikenali oleh kafil, guna meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebanya dan mudah untuk memenuhinya. Selain itu, ia diisyaratkan untuk menghadiri majlis akad. Ia adalah orang yang baligh dan berakal, tidak boleh orang gila atau anak kecil yang belum berakal (al-‘adzim, 1996,  hal.48-50)

F.      PEMBEBASAN DARI AKAD KAFALAH
a. apabila penjamin telah menyerahkan barang jaminan kepada pihak pemberi pinjaman ditempat yang sah menurut hukum, maka penjamin bebas dari tanggung jawab.
b. apabila penjamin telah menyerahkan peminjam kepada pihak pemberi pinjaman sesuai denang ketentuan dalam akad sebelum waktu yang ditentukan , maka penjamin bebas dari tanggung jawab,
c. penjamin dibebaskan dari tanggung jawab apabila peminjam meninggal dunia.
d. penjamin dibebaskan dari tanggung jawab apabila peminjam membebaskannya.
e. pembebasan penjamin tidak mengakibatkan pembebasan utang peminjam.
f. pembebasan utang bagi peminjam mengakibatkan pembebasan tanggung jawab dari peminjam.
g. penjamin dibebaskan dari tanggung jawab jika pemberi pinjaman meninggal dan peminjam adalah ahli waris tunggal dari pihak pemberi pinjaman.
h. jika penjamin atau peminjam berdamai dengan pihak pemberi pinjaman mengenai sebagian dari utang, keduanya dibebaskan dari akad jaminan jika persyaratan pembebasan dimasukkan kedalam akad perdamainan mereka.
i. jika penjamin memindahkan tanggung jawabnya kepada pihak lain dengan persetujuan pihak pemberi pinjaman, maka penjamin dibebaskan dari tanggung jawab.
j. penjamin wajib bertanggung jawab untuk membayar utang peminjam jika peminjam tidak melunasinya.
k. penjamin wajib mengganti kerugian untuk barang yang hilang atau rusak karena kelalaiannya.

*             WAKALAH

A. PENGERTIAN WAKALAH
     Wakalah atau wikalah berarti at-tahfidh (penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat). Sedangkan secara etimologi, wakalah adalah akad pemberian kuasa (muwakil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Pengertian wakalah menurut KHES pasal 20 (38) adalah pemberi kuasa kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu. Wakalah kadang-kadang sangat dibutuhkan manusia karena tidak semua orang mempunyai kemampuan atau kesempatam untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri. pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain mewakili dirinya.
  B. LANDASAN HUKUM
1.  Al-Quran : salah satu landasan syariah diperbolehkannya al-wakalah mengenai kisah tentang Nabi Yusuf As. Saat ia berkata kepada Raja, “jadikanlah aku bendaharawan negara (mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman”. (QS Yusuf (12):55).
Ayat lain yang berkaitan dengan al-wakalah, yaitu firman Allah yang berkaitan dengan kisah Ashabul Kahfi: ..... dan demikian kami bangkitkan mereka agar saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka, “sudah berapa lamakah kamu berada disini?” mereka menjawab, “kita berada disini sudah satu atau setengah hari”. Berkata lain (yang lain lagi), “Tuhan kamu lebih mengetahuia berapa lamanya kamu pergi kekota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat makanan yang lebih baik untukmu, dan hendaklah berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorangpun. (QS AL-Kahfi (18):19)
2.  Hadis : Rasulullah SAW, mewkilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti al-Harits” (Imam Malik, No. 678, Kitab Al-Muwatha’, Bab Haji).
3.  Ijma’ : Para ulama bersepakat dengan ijma’ atas dibolehkan wakalah. Mereka bahkan yang cenderung menyunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Sebagaimana Firman Allah : “dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam (mengerjakan) dosa dan permusuhan”. (QS. Al-Maidah)
C. RUKUN dan KETENTUAN SYARIAH
a. Rukun wakalah ada 3 (tiga), yaitu :
1. wakil (Penerima kuasa);
2. Muwakil (Pihak yang meminta diwakilkan);
4.Objek akad berupa barang atau jasa;
3. Ijab kabul / serah terima.
b. Ketentuan Syariah :
        1. Pelaku
ü Pihak pemberi kuasa/pihak yang meminta diwakilkan (muwakil) :
·      Pemilik sah yang bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
·      Orang mukalaf atau anak mumayyiz dalam batas – batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.
ü Pihak penerima kuasa (wakil) :
·      Harus cakap hukum
·      Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
2. Objek yang dikuasakan/diwakilkan/taukil
·      Diketahui  dengan jelas oleh orang yang mewakili
·      Tidak bertentangan dengan syariah islam
·      Dapat diwakilkan menurut syariah islam
·      Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai
·      Kontrak dapat dilaksanakan
3. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
D. TEKNIK PERBANKAN
1. Wakalah dalam implikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
2. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C , apabila nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan murabaha, salam, ikarah, mudharabah, atau musyarakah.
3. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggungjawab nasabah.
4. Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-masing bank tidak bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain, kecuali dengan seizin nasabah.
5. Tugas, wewenang, dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama.
6. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui antara nasabah dengan baik.
E. BERAKHIRNYA AKAD WAKALAH
1.      Salah satu pelaku meninggal dunia atau hilang akal, karena jika ini terjadi salah satu syarat wakalah tidak terpenuhi.
2.      Pekerjaan yang diwakilkan sudah selesai.
3.      Pemutusan oleh orang yang mewakilkan.
4.      Wakil mengundurkan diri.
5.      Orang yang mewakilkan sudah tidak memiliki status kepemilikan atas sesuatu yang diwakilkan.

















BAB III
 PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Pengertian akad kafalah adalah : perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafi’il) kepada pihak ketiga ( Mafulahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful’anhu / ashil).  Pengertian akad wakalah adalah : akad pelimpahan kekuasaan oleh suatu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh di wakilkan. Namun, tidak semua hak dapat diwakilkan contohnya shalat, puasa, bersuci, qishash, talak dan lain sebagainya.
Akad kafalah dan Wakalah keduanya mempunyai rukun dan syarat yang berbeda-beda serta landasan hukum yang berbeda pula. Namun keduanya sama-sama mempunyai peranan penting dalam hal hutang piutang dan lain sebagainya yang berhubungan dengan agen dan jaminan.
B. SARAN
      Apabila seseorang memberikan kepercayaan atau sebuah tugas kepada kita, ambilah kesempatan itu. Karena kesempatan tidak akan datang dua kali dan jagalah kepercayaan tersebut dengan cara menjalankan tugas atau kepercayaan tersebut dengan baik.
                

















DAFTAR PUSTAKA
Ø  Nurhayati, Sri dan Wasilah, 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia, Depok : Salemba Empat.
Ø  Djuani, Dimyauddin, 2010. Pengantar Fiqh Muamalah, Yoyakarta : Pustaka Pelajar.
Ø  Sudarsono, Heri, 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Diskripsi dan Ilustrasi,  Yogyakarta : Ekonesia.
Ø  Rivai, Veithzal. 2007, Bank and Financial Institutation Management, Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Ø  Mujahidin, Ahmad, 2010. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah di Indonesia, Bogor : Ghalia Indonesia.





Makalah Masyarakat Madani

MAKALAH
MASYARAKAT MADANI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pkn
Lathifatul Izzah, M.Ag



DISUSUN OLEH:





PERGURUAN TINGGI ILMU AGAMA ALMA ATA
YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat kepada kita, sehingga kita masih diberi kemampuan untuk mengerjakan makalah pkn tentang masyarakat madani ini.
            Sholawat dan salam semoga selalu terjunjungkan kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW yang telah mempersatukan umat islam di seluruh dunia.
Dan makalah kamipun tidak akan selesai tanpa bantuan pihak lain, maka dari itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan, jika terdapat kesalahan dalam penulisan kata dan penyusunan kami memohon maaf, dan semoga makalah kami ini menjadi rujukan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Amin.





Yogyakarta, 7 Oktober 2013

Penyusun




DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Makalah                     ..............................................................................................   i
Kata Pengantar                       ..............................................................................................   ii
Daftar Isi                                ..............................................................................................               iii
BAB I  PENDAHULUAN   ..............................................................................................   1
BAB II PEMBAHASAN      ..............................................................................................   1
             Pengertian Masyarakat Madani..............................................................................   1
             Sejarah dan Perkembangan.....................................................................................   3
             Fungsi Masyarakat Madani....................................................................................   3
             Prinsip Masyarakat Madani....................................................................................   4
             Karakteristik Masyarakat Madani..........................................................................   6
              Pilar Penegak Civil Society...................................................................................   7
              Civil Society Di Indonesia....................................................................................   9
BAB III PENUTUP              ..............................................................................................   12
               Kesimpulan & Saran.............................................................................................   12
               DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................   13




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Civil Society
            ‘Masyarakat madani’ istilah itu pertama kalinya dimunculkan oleh Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia. Menurut Ibrahim, masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari indifidu dan masyarakat berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang, dan bukan nafsu atau keinginan individu.
            Ibrahim juga menegaskan, bahwa karakter masyarakat madani ini merupakan “guiding ideas”, meminjam istilah Malik Bennabi, dalam melaksanakan ide-ide yang mendasari masyarakat madani, yaitu prinsip moral, keadilan, kesamaan, musyawarah, dan demokrasi. Selain itu Dawan Rahardjo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya, dalam masyarakat madani, warga negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat nonnegaraAdanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni Civil society. Wacana Civil Society ini merupakan produk sejarah dan lahir di masyarakat Barat modern. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feodalmenuju masyarakat Barat Modern.Pengertian Civil Society dianggap sama dengan pengertian state (negara) yakni suatu kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain.
            Sebagai titik tolak, disini akan dikemukakan oleh Zbidniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa Civil Society adalah suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,bersaing satu sama lainguna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
            Kedua,yang digambarkan oleh Han Sung-joo dengan latar belakang kasus Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa Civil Society merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak –hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
            Ketiga, yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk juga dalam konteks Korea Selatan. Ia mengatakan bahwayang dimaksud dengan civil society adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-satuan  dasar dari (re) produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.
Civil society atau sering disebut dengan masyarakat madani sebagai sebuah konsep, masyaraakt madani berasal dari proses sejarah barat. Akar perkembangannya dapat dirunut mulai Cicero dan bahkan sejak Zaman Aristoteles. Yang jelas, Cicero yang mulai menggunakan istilah societis civilis dalam filsafatnya. Dalam tradisi Eropa sampai abad ke-18, pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara, yakni suatu kelompok yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain.
            Diskusi-diskusi mutakhir tentang  civil society pada umumnya  berporos pada pemahaman de Tocqueville. Civil Society dapat didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan di antaranya bercirikan kesukarelaan (Voluntary), keswasembadaan (self generating), keswadayaan (self supporting) , kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterkaitan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya. Dari pengertian tersebut civil society berwujud dalam berbagai organisasi yang dibuat oleh masyarakat diluar pengaruh negara. Lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial keagamaan, paguyuban, dan juga kelompok-kelompok  kepentingan merupakan wujud dari kelembagaan civil society.
            Akan tetapi secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik benang emas bahwa yang dimaksud dengan civil society adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

B.     Sejarah dan Perkembangan Civil Society
            Civil society merupakan sebuah wacana yang harus dipahami sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk memahaminya haruslah dianalisa secara historik. Wacana civil society merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis.
            Pada masa ini Aristoteles (384-322 SM) Civil society dipahami sebagai sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonina politik,yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan. Istilah koinonina politikeyang dikemukakan Aristoteles ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana warga  negara didalamnya berkedudukan sama didepan hukum.
            Konsepsi aristoteles  ini diikuti oleh Marccus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan istilah societis civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas yang lain. Kemudian pada tahun 1792 muncul wacana civil society yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Phaine (1737-1803) yang menggunakan istilah civil society sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara,bahkan dianggapnya sebagai antitesis dari negara.
            Dari berbagai model pemgembangan civil society di atas,model Gramsci dan Tocquevillelah yang menjadi inspirasi gerakan pro-demokrasi di Eropa Timur dan tengah pada sekitar akhir dasawarsa 80-an. Pengalaman Eropa Timur dan Tengah tersebut membuktikan bahwa justru dominasi negara atas masyarakatlah yang melumpuhkan kehidupan sosial mereka.Hal ini berarti bahwa gerakan membangun civil society menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan tentang civil society kemudian menjadi semacam landasan ideologis untuk membebaskan diri dari cengkraman negara yang secara sistematis melemahkan daya kreasi dan kemandirian masyarakat.
C.    Fungsi Masyarakat Madani
Setelah mengetahui dari penegertian masyarakat madani bahwa ia menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan masyarakat, selain itu masyarakat madanipun mempunyai fungsi diantaranya yaitu; pertama, meniadakan ketidakadilan dan kesenjangan dalam masyarakat. Kedua, melindungi kepentingan penduduk yang universal. Kepentingan tersebut meliputi elemen sipil, politik, dan sosial.
Munculnya fenomena semakin kuatnya tuntutan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, pada sutu sisi dan cita-cita mewujudkan masyarakat madani (civil society), nampaknya tidak boleh ditawar-tawar lagi. Keduanya menjadi variabel utama yang secara konkret, konsisten dan berkelanjutan diwujudkan oleh seluruh elit politik pemerintahan (penguasa negara). Keduanya mempunyai hubungan yang saling membutuhkan. Dengan kata lain, pemerintahan yang bersih menjadi prasyarat tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani yang sehat. Sebaliknya tumbuh dan berkembangnya masyarakat madani jelas akan menuntut performance pemerintahan yang bersih, yang digambarkan sebagai pemerintahan yang efisien dan efektif bersih dan profesional.
(Anthony Giddens, 1999) pembaharuan Masyarakat Madani mensyaratkan adanya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat Madani, pembaharuan komunitas dengan meningkatkan prakarsa lokal, keterlibatan sektor ketiga, perlindungan ruang publik lokal, pencegahan kejahatan dengan basis komunitas dan adanya keluarga yang demokratis. Dengan demikian, maka peradaban yang besar adalah peradaban yang menciptakan lingkungan yang cocok secara politik, sosial, ekonomi, kultural dan material dan mengantarkan seseorang bisa mengamalkan pesan perintah-perintah tuhan dalam seluruh aktifitasnya, tanpa harus dirintangi oleh intuisi-intuisi masyarakat. Intuisi-intuisi tersebut tidak boleh menyebabkan adanya kontradiksi antara keyakinan agama dan perbuatan, atau menekan seseorang untuk menyimpang dari kewajiban-kewajibannya terhadap Allah, Tuhan sekalian alam.

D.    Prinsip-Prinsip Masyarakat Madani

     Wawasan tentang demokrasi yang menjadi elemen dasar kehidupan politik masyarakat madani bisa ditemukan didalamnya. Wawasan yang dimaksud tercermin dalam prinsip-prinsip Masyarakat Madani adalah; persamaan (equality), kebebasan, hak-hak asasi manusia, serta prinsip musyawarah.
·      Persamaan (equality)
            Prinsip persamaan ini bisa ditemukan dalam suatu ide bahwa setiap orang, tanpa memandang jenis kelamin, nasionalitas, atau status semuanya adalah makhluk Tuhan. Dalam surat (al-hujurat(49):13) yang artinya “sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa”. Nilai dasar ini dipandang memberikan landasan pemahaman bahwa di mata Tuhan manusia memiliki derajat yang sama.
            Dalam hal ini (Hannah Arendt) mengatakan bahwa bukan karena semua manusia lahir dalam keadaan sama, tetapi sebaliknya, karena manusia pada dasarnya memang tidak sama. Karena itu ia memerlukan sebuah institusi artifisial, polis, untuk membuatnya sama. Persamaan ini hanya ada di bidang politik, yang memungkinkan orang bertemu satu sama lain sebagai warga negara dan bukan sebagai pribadi yang individual.

·      Kebebasan dan Hak Asasi Manusia   
            Islam juga menekankan kebebasan dan hak-hak asasi manusia, dua komponen yang menjadi ciri penting masyarakat madani. Menjadi seorang mukmin yang baik, orang harus bebas dan merdeka. Karena disisi lain Tuhan juga menegaskan kepada manusia untuk bebas memilih taat atau tidak kepada perintah-Nya.
            Dasar ajaran kebebasan ini memperoleh momentum penting dalam sejarah umat manusia, yang selalu diwarnai oleh tindakan pembelengguan hak serta kebebasan manusia. Mereka yang menjadi sasaran ketidakadilan selalu berada pada pihak kaum yang lemah. Misalkan, Budak oleh tuannya, rakyat oleh penguasa, yang bodoh oleh yang pandai dan lain sebagainya.
            Perbudakan merupakan salah satu contoh yang menghilangkan adanya kebebasan dan hak-hak asasi manusia, karena perbudakan adalah salah satu rintangan yang paling serius menyangkut kedua tuntutan pokok manusia, kehendak untuk hidup dan kehendak untuk bebas. Walaupun ia telah dipraktikan oleh setiap peradaban manusia besar dalam sejarah, dalam pengertian dilembagakan dan pemilikan legal terhadap manusia sebagai barang bergerak, perbudakan pada akhirnya secara universal dicabut, baik oleh hukum internasional maupun domestik.

·      Prinsip Musyawarah
            Al-quran tidak mentolerir adanya perbedaan antara yang satu dengan yang lainya, laki atau wanita atas partisipasi yang sama dalam kehidupan bermasyarakat.         Al-quran menegaskan tentang prinsip syura (musyawarah) untuk mengatur proses pembuatan keputusan yang dilakukan masyarakat madani. Al-quran dengan jelas menyebutkan “.....sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.....”(Asy-Syura(42):38). Yang dimaksud “urusan mereka” adalah bukan urusan individu, kelompok atau elit tertentu tetapi “urusan masyarakat pada umumnya” dan milik masyarakat secara keseluruhan. Dan “musyawarah antara mereka” yaitu urusan mereka itu dibicarakan dan diputuskan melalui saling konsultasi dan diskusi, bukan diputuskan oleh seorang individu atau elit yang tidak dipilih oleh masyarakat. Dari sini dipahami bahwa syura tidak sama maknanya dengan “seorang meminta nasehat orang lain” tetapi adalah saling menasehati melalui diskusi dalam posisi yang sama. Secara langsung ini berarti kepala negara tidak boleh menolak begitu saja keputusan yang telah diambil melalui musyawarah.

E.     Karakteristik Civil Society
1)      Free Publik Sphere (Wilayah publik yang bebas)
Adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Sebagai sebuah prasyarat maka untuk mengembangkan dan mewujudkan civil society dalam tatanan masyarakat,maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan.
2)      Demokratis
Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana civil society dimana dalam menjalani kehidupan, wagra negara memiliki kebebasan penuh untuk  lingkungannya.
Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku,ras dan agama.
3)      Toleransi
Toleransi merupakan sikap yang dikembangkan dalam civil society untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini memungkinkan akan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang lain yang berbeda.
4)      Pluralisme
            Sebagai masyarakat prasyarat penegakan civil society, maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dan konteks kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif, merupakan rahmad Tuhan.
            Menurut Nurcholis Madjid, konsep ini merupakan prasyarat bagi tegaknya civil society. Pluralisme menurutnya adalah pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of civility). Bahkan pluralisme adalah juaga suatu keharusan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance).
5)      Keadilan sosial
            Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan pembagian yang proposional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).
F.      Pilar Penegak Civil Society
            Yang dimaksud dengan pilar penegak civil society adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan civil society pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan civil society. Pilar-pilar tersebut antara lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),Pers,Supremasi Hukum,Perguruan Tinggi dan Partai Politik.


1.      Lembaga Swadaya Masyarakat
Adalah institusi sosial yang tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas.
2.      Pers
Adalah institusi yang penting dalam penegakan civil society karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
3.      Supremasi Hukum
Setiap wagra negara, baik yang duduk dalam formasi pemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hukum.Hal tersebut berarti bahwa perjuangkan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga negara dan antara warga negara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan cara cara yang damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
4.      Perguruan Tinggi
Yakni tempat di mana civitas akademikanya (dosen dan mahasiswa) merupakan,bagian dari kekuatan sosial dan civil society yang bergerak pada jalur moral force untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh  mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang betul-betul objektif, menyuarakan kepentingan masyarakat (publik).
5.      Partai Politik
Merupakan wahana bagi warga negara untuk dapat menyalurkan aspirasi polotiknya..



G.    Masyarakat Madani (Civil Society) di Indonesia
            Secar historis civil society di indonesia telah muncul ketika proses transformasi akibat modernisasi terjadi yang menghasilkan pembentukan masyarakat baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Dengan demikian, civil society di indonesia bisa dirunut secara historis semenjak terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial Belanda. Hal tersebut mendorong terjadinya pembentukan masyarakat baru lewat proses indusrtisasi , urbanisasi dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain adalah munculnya kesadaran baru dikalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi-organisasi sosial modern diawal abad 20.
            Dalam perjalanannya, pertumbuhan civil society di indonesia pernah mengalami suatu masa yang cukup menjanjikan bagi pertumbuhannya. Hal ini terjadi kemerdekan sampai dengan 1950-an, yaitu pada saat organisasi-organisasi sosial dan politik dibiarkan tumbuh bebas dan memperoleh dukungan kuat dari warga masyarakat yang baru saja merdeka. Oleh karena itu, terciptalah kekuatan yang mampu menjadi penyeimbang dan pengawas terhadap kekuatan negara. Sayang sekali iklim demikian itu tidak berlangsung lama karena ormas-ormas dan lembaga-lembaga sosial berubah menjadi alay bagi merebaknya aliran pilitik dan pertarungan berbagai ideologi. Pada awal 1960-an, akhirnya mengalami kemunduran yang nyata. Demokrasi terpimpin maupun orde baru membuata posisi negara semakin kuat sedangkan posisi rakyat lemah. Pada masa itu terjadi paradok, yaitu semakin berkembangnya kelas menengah pada masa orde baru ternyata tidak mampu mengontrol hegemoni negara karena ternyata kelas menengah di indonesia memeliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap negara dan penguasa. Kelas menengah di negeri ini juga masih punya problem kultural dan primordial, yaitu ada kelas menengah pribumi dan nonpribumi, muslim dan nonmuslim, jawa dan nonjawa. Hal ini berpengaruh terhadap munculnya solidaritas dikalangan para anggotanya. Akibatnya, negara mudah melakukan tekanan dan pencegahan bagi timbulnya solidaritas kelas menengah untuk memperluas kemandiriannya.
            Paradigma dan praktik Masyarakat madani di Indonesia Sebelum bangsa negara berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM dan pahlawan terhadap kekuasan kolonial, organisasi berbasis islam seperti Sarekat Islam (SI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammmadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebahgai komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat ipil di Indonesia. Sifat kemandsirian dan kesukarelaan para pengurus dan anggota organisasi  tersebut merupakan karakter  khas dari sejarah masyarakat madani di Indonesia.  Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya bangunan masyarakat Madani bisa terwujud di Indonesia :
            Pertama, pandangan integerasi nasional politik.
            Kedua, pandangan reformasi sistem politik demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantungan pada pembangunan ekonomi.
            Ketiga, paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi. Dan ada juga yang berpendapat sebaliknya, untuk mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma. Setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan demokrasi dimasa transaksi sekarang melalui cara :
1.      Memperluas golonga menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi.
2.      Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga demokrsi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi.
3.      Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) badi warga negara secara keseluruhan.
            Beberapa pendapat mengenai masyarakat madani :
1.      Rahardjo : masyarakat madani masih merupakan lembaga-lembaga yang dihasilkan oleh sistem politik represif. Mereka lebih banyak melakukan protes daripada mengajukan solusi , lebih banyak menuntut daripada memberikan sumbangan terhadap pemecahan masalah.
2.       AS. Hikam : Karakter masyarakat madani di Indonesia masih sangat bergantung terhadap negara sehingga selalu berada pada posisi subordinat, khususnya mereka yang berada pada strata sosial bawah. Menurutnya mahasiswa merupakan salah satu komponen strategis bangsa indonesia dalam pengembangan demokrasi dan masyarakat madani.Mahasiswa mempunyai tugas dan tanggungjawab terhadap nasib masa depan demokrasi dan masyarakat madani di indonesia. Sikap dan tanggung jawab itu dapat diwujudkan dengan pengembangan sikap-sikap demokratis, toleran, dan kritis dalam perilaku sehari-hari.




BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
B.   Saran




DAFTAR PUSTAKA

Ubaedillah, dkk. 2008. Demokrasi. Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Azra Azyumardi. 2004. Menuju Masyarakat Madani.  Bandung : PT Remaja Rosdakarya